Ajax Amsterdam (Foto: Google Image) |
Amsterdamsche Football Club Ajax atau lebih dikenal Ajax
Amsterdam. Siapa yang gak kenal dengan klub asal belanda ini. Klub berjuluk De
Godenzonen ini adalah salah satu klub terkuat di Belanda dan juga di Eropa.
Ajax adalah salah satu dari empat klub yang telah memenangi ketiga gelar utama
Eropa setidaknya sekali, masing-masing Piala Champions (4 kali), Piala Winners,
dan Piala UEFA. Di kompetisi dalam negeri, Ajax 33 kali menjuarai Liga Belanda
(Eredivisie). Ajax secara historis menjadi salah satu klub paling sukses di
dunia. Menurut IFFHS, Ajax adalah klub Eropa paling sukses ketujuh di abad
ke-20 dan Klub terbaik di dunia tahun 1992. Tapi tahukah anda kapan Ajax
berdiri? Berikut kami uraikan sejarah singkatnya disini.
Sejarah
Awal Berdirinya Ajax Amsterdam
Ajax didirikan di Amsterdam pada 18 Maret 1900 oleh Floris
Stempel, Carel Reseer, Han Dade, dan Johan Dade, setelah upaya tersebut sempat
tertunda sejak tahun 1894. Nama Ajax sendiri diambil dari nama pahlawan dalam
mitologi Yunani. Ia adalah anak dari Telamon yang masih merupakan cucu dari
Zeus. Ajax adalah seorang tokoh penting di kisah perang Troya. Karakternya yang
dikenal pemberani, besar, kuat, berwibawa, dan tidak pernah takut saat
menghadapi siapapun membuat Ajax selalu menang dalam peperangan. Karakter
itulah yang akhirnya diambil pendiri klub untuk memberi nama Ajax. Sementara
itu, Amsterdam dipilih karena merupakan nama kota asal klub ini. Karakter Ajax
yang pemberani ini juga menjelma dalam logo klub papan atas Belanda itu. Pantas
bila, klub ini akhirnya mendapat julukan De Godenzonen atau klub anak-anak
dewa. Jika kita melihat nama-nama kesebelasan asal Belanda, kita bisa menemukan
banyak klub belanda yang mengambil nama klub dari nama-nama tempat, pahlawan,
atau tokoh mitologi seperti Sparta (Rotterdam), Heracles (Almelo), Excelsior,
Fortuna (Sittard), Xerxes, dan masih ada beberapa lagi, salah satunya adalah
Ajax.
Ajax vs Panathinaikos di Final European Cup 1971 (Foto:
Wikipedia)
|
Sejak didirikan pada 1900, Ajax butuh waktu yang cukup
lama untuk menjelma sebagai klub tersukses di Belanda. Pada musim 1916/1917, De
Godenzonen akhirnya meraih gelar perdananya sebagai juara Piala Belanda (KNVB).
Sejak saat itulah, Ajax tumbuh sebagai klub raksasa di Belanda hingga Eropa. Puncak
keemasan Ajax akhirnya terjadi di era 1970-an. Saat itu, De Godenzonen
ditangani Rinus Michels. Oleh Michels, Ajax disulap menjadi tim yang sangat
menakutkan. Bukan hanya di Belanda, namun juga di Eropa. Ketika itu ia
memperkenalkan skema yang dikenal dengan nama totaalvoetball atau total
football kepada dunia. Gaya bermain tersebut bukan hanya digunakan oleh Ajax,
akan tetapi ditularkan juga kepada tim nasional Belanda yang berlaga di ajang
Piala Dunia 1974.
Prestasi paling fenomenal yang pernah dicetak oleh Ajax
adalah ketika mereka menjuarai Piala Champions (yang kini bernama Liga
Champions) sebanyak tiga kali berturut-turut. Era ini disebut oleh mantan
pelatih Ajax, Tomislav Ivic, dengan sebutan "Gloria Ajax". "Gloria
Ajax" milik Rinus Michels pun memperkenalkan pula apa yang disebut dengan
Twelve Apostels, atau dua belas murid. Di antara kedua belas pemain (11 pemain
inti dan satu cadangan) tersebut terdapat pula sosok fenomenal bernama Johan
Cruyff.
Johan Cruyff bermain di
Ajax
dari 1959 sampai 1973
(Foto: Wikipedia)
|
Cruyff adalah sosok penyempurna gaya bermain total
football yang diusung oleh Michels. Ia pun disebut-sebut sebagai pemain
terhebat yang pernah dimiliki oleh Belanda. Dengan badan kurusnya, ia sangat
lihai menggocek bola. Visi bermainnya pun sangat luar biasa. Saking
istimewanya, nomor punggung 14 yang dikenakannya ketika masih aktif bermain,
saat ini dipensiunkan oleh pihak Ajax. Sempat berpetualang ke Barcelona, Cruyff
akhirnya kembali ke Ajax pada tahun 1985. Akan tetapi, kedatangannya ketika itu
bukanlah sebagai pemain, melainkan sebagai pelatih. Meski di awal
kepelatihannya itu ia gagal membawa Ajax menjadi juara, namun berkat filosofi
menyerangnya, Cruyff berhasil membuat sosok Marco van Basten menjadi penyerang
yang menakutkan. Di tahun itu Basten mampu mengakhiri musim dengan menjadi top
skor berkat raihan 37 golnya di sepanjang kompetisi.
Tahun 1991 Louis van Gaal resmi diperkenalkan sebagai
pelatih baru Ajax Amsterdam. Ia dipromosikan dari asisten pelatih menjadi
pelatih utama setelah Leo Beenhakker hijrah menuju Real Madrid. Di musim
perdananya, Van Gaal langsung unjuk gigi. Tangan dinginnya berhasil
mempersembahkan trofi UEFA Cup (yang kini bernama Liga Europa) setelah
mengalahkan Torino di babak final. Setelah itu, Ajax dibawanya terus
berprestasi. Total, ia mampu mempersembahkan delapan trofi, yang tiga di
antaranya merupakan hat-trick juara Liga Belanda dari tahun 1993-1995. Sementara
masa keemasannya terjadi di musim 1994/95.
Selain tak terkalahkan di Liga, dengan keberanian
mengandalkan para pemain mudanya, ia berhasil membawa Ajax merengkuh trofi Liga
Champions setelah mengalahkan AC Milan di partai pamungkas. Ketika itu skuat
Ajax diisi oleh nama-nama yang siap melejit seperti Edwin van der Sar, Frank de
Boer, Ronald de Boer, Michael Reiziger, Edgar Davids, Marc Overmars, Clarence
Seedorf, Jari Litmanen, Finidi George, Nwanko Kanu, dan Patrick Kluivert, yang
dibantu oleh pemain senior macam Frank Rijkaard dan Danny Blind. Setelah para
pemain tersebut pergi meninggalkan Ajax, kondisi kesebelasan langsung cenderung
menurun. Prestasi terbaik mereka setelah menjadi juara di tahun 1995 hanyalah
menjadi runner-up di tahun 1996, dan semifinalis di tahun 1997. Sementara
setelah itu, Ajax lebih banyak berkutat di babak grup saja hingga sejauh
sekarang ini.
Ajax selain sebagai klub tersukses di Eropa, mereka juga
dikenal sebagai klub yang memiliki sistem pembinaan pemain muda yang handal dan
terus melahirkan pemain-pemain berbakat dari dalam maupun luar Belanda. Melalui
akademinya yang bernama De Toekomst, atau 'masa depan', Ajax berhasil
memperkenalkan pemain-pemain seperti Marco van Basten, Dennis Bergkamp, Edgar
Davids, Frank dan Ronald de Boer, Edwin van der Sar; hingga era Wesley
Sneijder, Rafael van der Vaart, Marteen Stekelenburg, John Heitinga, Nigel de
Jong, Christian Eriksen, Thomas Vermaelen, Jan Vertonghen, dan masih banyak
lagi, kepada dunia.
Adalah Rinus Michels yang menggagas terbentuknya akademi
tersebut. Saat ini, De Toekoemnst menggunakan sistem pemantau pergerakan pemain
setiap menit dan detik. Untuk memantau perkembangan pemain pun fasilitas kamp
dilengkapi kamera beresolusi tinggi dengan sensor gerak. Sehingga kekurangan
dan kelebihan pemain bisa diawasi dari waktu ke waktu. Tempat ini juga memiliki
sebuah riset olahraga nomor satu di dunia. Pemain dari segala kelompok usia
bisa dilihat melalui komputer, seperti halnya labotarium luar angkasa milik
NASA.
Akademi ini pun menjadi acuan bagi akademi-akademi
kesebelasan di dunia. Tidak terkecuali dengan La Masia yang menjadi milik
Barcelona. Khusus bagi La Masia, akademi tersebut memang didirikan tanpa andil
yang kecil dari seorang Johan Cruyff. Pada tahun 1979, Cruyff mengusulkan
Barcelona untuk membangun akademi yang mengacu kepada De Toekomst. Dengan
menerapkan kurikulum dan fasilitas yang hampir sama, La Masia pun kemudian
menjelma menjadi salah satu akademi terkemuka di dunia. Banyak pemain-pemain
hebat bermunculan dari sana, seperti Pep Guardiola, Xavi Hernandez, Andres
Iniesta, Cesc Fabregas, Gerard Pique, juga Lionel Messi.
Selain itu, Ajax pun mengembangkan feeder club di
beberapa negara dengan tujuan untuk menjaring pemain-pemain yang berbakat. Di
Afrika Selatan, melalui Ajax Cape Town, kesebelasan yang juga memiliki julukan
de Godenzoden ini pernah berhasil mendapatkan talenta berbakat seperti Steven
Pienaar.
Melihat kesebelasan seperti Ajax saat ini, kita mungkin
melihat mereka sebagai kesebelasan yang sarat dengan masa lalu. Memulai dari
pemilihan sosok Ajax sebagai pahlawan pemberani, revolusi sepakbola melalui
totaalvoetbal, sampai menginspirasi La Masia melalui akademi mereka, Ajax-lah
sebenarnya yang menyebarkan benih-benih sepakbola yang kita kenal sekarang ini,
mulai dari tiki-taka, gegenpressing, dan sebagainya.
Prestasi
Official
trophies (yang diakui oleh UEFA dan FIFA)
Domestic
Netherlands
Football League Championship / Eredivisie
Juara (33): 1917–18, 1918–19, 1930–31, 1931–32, 1933–34,
1936–37, 1938–39, 1946–47, 1956–57, 1959–60, 1965–66, 1966–67, 1967–68,
1969–70, 1971–72, 1972–73, 1976–77, 1978–79, 1979–80, 1981–82, 1982–83,
1984–85, 1989–90, 1993–94, 1994–95, 1995–96, 1997–98, 2001–02, 2003–04,
2010–11, 2011–12, 2012–13, 2013–14
KNVB
Cup
Juara (18): 1916–17, 1942–43, 1960–61, 1966–67, 1969–70,
1970–71, 1971–72, 1978–79, 1982–83, 1985–86, 1986–87, 1992–93, 1997–98,
1998–99, 2001–02, 2005–06, 2006–07, 2009–10
Johan
Cruyff Shield
Juara (8): 1993, 1994, 1995, 2002, 2005, 2006, 2007, 2013
International
European
Cup / Champions League
Juara (4): 1970–71, 1971–72, 1972–73, 1994–95
European
Cup Winners' Cup
Juara (1): 1986–87
UEFA
Cup/UEFA Europa League
Juara (1): 1991–92
UEFA
Super Cup
Juara (2): 1973, 1995
* Ajax juga menang pada tahun 1972, namun, UEFA hanya mengakui
Piala UEFA untuk pertama kalinya pada tahun 1973 sehingga edisi 1972 adalah
tidak resmi. Bermain melawan Rangers, pemenang Piala Winners Eropa 1971–72, itu
benar-benar berlangsung sebagai 'perayaan Centenary of Rangers F.C.' karena
Rangers menjalani larangan satu tahun pada waktu yang diberlakukan oleh UEFA
atas perilaku menyalahgunakan fans mereka. Kemenangan itu berarti Ajax telah
memenangkan setiap turnamen (5 total) yang mereka masuki tahun itu, prestasi
yang dicapai Celtic pada tahun 1967 (dengan 6 trofi) dan Barcelona (juga 6
trofi) diulang pada tahun 2009
Intercontinental
Cup
Juara (2): 1972, 1995
Rangers
First Centenary 1872–1972
Juara (1): 1972
Karl
Rappan Cup
Juara (1): 1962
0 Response to "Sejarah Berdirinya Ajax Amsterdam"
Posting Komentar